"96 persen kodok jantan meninggalkan populasinya di kawasan pembiakan lima hari sebelum gempa melanda L'Aquila, Italia," lapor peneliti dari The Open University, Inggris. Lokasi pembiakan itu sendiri berjarak 74 kilometer dari episentrum gempa.
Jumlah pasangan kodok di tempat pembiakan sudah tidak didapati tiga hari sebelum gempa. Tidak ada telur kodok baru ditemukan di kawasan itu sejak kejadian gempa melanda sampai tanggal gempa susulan yang cukup besar. Padahal, kawasan pembiakan tersebut normalnya didominasi pejantan yang tetap berada di sana sejak pembuahan sampai masa bertelur selesai.
Perubahan dari perilaku kodok juga bertepatan dengan gangguan di ionosfer, lapisan elektromagnetik paling atas dari atmosfir bumi yang terdeteksi menggunakan suara radio frekuensi sangat rendah (VLF). Pelepasan radon gas, atau gelombang gravitasi menjelang gempa bumi juga berhubungan dengan perubahan di medan dan arus elektrik di atmosfer. Namun dalam penelitian kali ini, penyebab gangguan terhadap ionosfer tidak dipelajari.
Peneliti juga mengamati perubahan lingkungan lain yang memengaruhi perilaku kodok, termasuk siklus bulan dan perubahan kondisi cuaca juga dihitung. Jumlah kodok di kawasan pembiakan meningkat saat bulan purnama. Tetapi setelah gempa bumi, jumlah kodok yang hadir di sana saat purnama hanya 34 ekor, dibandingkan 67 dan 175 ekor di tahun-tahun sebelumnya.
"Penelitian kami merupakan yang pertama mendokumentasikan perilaku hewan sebelum, ketika, dan setelah gempa bumi terjadi," kata Rachel Grant, ketua tim penelitian tersebut. "Temuan kami mengindikasikan bahwa kodok mampu mendeteksi petunjuk praseismik seperti pelepasan gas dan partikel bermuatan dan menggunakannya sebagai teknis sistem peringatan dini terhadap gempa," ucapnya.
Sumber : National Geograpic
0 komentar:
Posting Komentar