Akibat belum ada kepastian kapan 4G LTE diterapkan, operator belum bisa mengambil langkah untuk mengembangkan layanan ini.
"Kalau frekuensinya belum ada, kami juga kesulitan untuk memilih akan menggunakan teknologi yang seperti apa,” kata Dian Siswarini, Direktur Network and Services PT XL Axiata, pada acara penanaman pohon program Merapi Hijau Kembali di lereng Merapi, Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.
Dian menyebutkan, operator belum tahu frekuensinya di mana saja dan ini memerlukan waktu yang lama. Padahal, Dian mengatakan, secara teknologi XL sudah siap untuk mengembangkan teknologi 4G LTE. "Tetapi kami harus melihat terlebih dahulu apakah ekosistmennya sudah siap. Jika sudah, kami bisa masuk ke sana," ucapnya.
Teknologi ini, kata Dian, sangat penting mengingat saat ini layanan suara sudah mengalami penurunan. "Jadi, tiga tahun mendatang kami sudah bukan lagi bicara layanan suara," ucapnya.
XL sendiri sudah pernah melakukan uji coba LTE pada Desember 2010 lalu.
Saat ini, menurut Dian, perbandingan layanan data dan suara di 2G sudah sekitar 50:50. "Kalau di 3G, hampir 90 persen penggunaan sudah menggunakan layanan data," ucap Dian.
Dian menyebutkan, sebenarnya saat ini ada beberapa kandidat frekuensi yang bisa dialokasikan untuk LTE, termasuk 1.8GHz, 900MHz, dan 700MHz. “Frekuensi 1.8GHz dimungkinkan jika dilakukan refarming teknologi 2G dan 3G sebelumnya. Hanya saja, kocek investasi yang keluar akan jauh lebih besar,” ucapnya.
Adapun untuk frekuensi 700MHz masih ditempati oleh sejumlah penyelenggara siaran televisi free to air nasional, yang mana frekuensi tersebut baru bersih pada 2018 setelah semua TV nasional bermigrasi ke kanal TV digital.
Sebagai perbandingan, saat ini India dan China telah menggelar LTE secara komersial lebih dulu di frekuensi 2.3GHz. Teknologi yang dipakai adalah TDD (Time Division Duplex)-LTE. Dari studi yang dilakukan, karakter di dua negara tersebut mirip dengan di Indonesia.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar